Selasa, 21 Juni 2011

Kisah Kelam Sebuah Keluarga

Kisah ini adalah kejadian nyata yang terjadi pada seorang tetangga saya. Saya ceritakan ini hanya sebagai gambaran betapa pentingnya mempersiapkan tujuan keuangan dengan cara yang cerdas dan bijaksana.

Sebut saja namanya Pak Sabar (bukan nama sebenarnya). Beliau seorang kepala keluaraga yang terbilang cukup mapan, karena selain berpropesi sebagai ustadz dia juga punya keahlian yang bisa mendatangkan penghasilan. Usianya baru 40 tahunan. Beliau memiliki tiga orang anak, yang pertama laki-laku sudah kelas tiga SMA, yang kedua laki-laki kelas 2 SMP, dan yang ketiga perempuan kelas satu SD.

Sejauh ini tidak ada masalah dengan keuangan keluarganya. Bahkan anak-anaknya bisa menabung di Sekolah masing-masing untuk cadangan kebutuhan tahun berikutnya. Beliau sendiri sudah mempersiapkan tabungan untuk biaya kuliah anak pertamanya. Seluruh keluarga berbahagia dengan situasi kehidupan yang serba cukup, meskii tidak tergolong keluarga yang kaya raya.

Namun taqdir menentukan lain, beberapa bulan menjelang kelulusan anak pertamanya dari SMA, dan menyiapkan pilihan berbagai Perguruan Tinggi untuk melanjutkan kuliah, sang ayah mengalami sakit kritis. Paru-parunya telah rusak oleh akibat kebiasaan merokok yang tidak terkontrol, sehingga harus menjalani pengobatan yang intensive mulai dirawat di RS hingga rawat jalan.

Meski demikian semangat untuk melanjutkan kuliah bagi anak pertamanya tetap berkobar. Sampai anaknya lulus tes di UIN Jakarta, bahkan sudah membayar sebagian biaya masuk. Perlu diketahui, anaknya termasuk pelajar yang berprestasi. Sejak SD hingga SMA selalu meraih ranking satu atau paling rendah ranking dua. hal ini tentu cukup menjadi alasan bagi sang ayah untuk melihat keberhasilan anaknya meraih cita-citanya.

Satu bulan menjelang anaknya masuk kuliah, sakit Pak Sabar semakin parah. dan akhirnya taqdir Allah tidak bisa ditolak. Beliau menghadap keharibaanNYa. Dapat dibayangkan betapa dalam kesedihan yang dirasakan oleh istri dan anak-anak beliau. semua harapan musnah seketika, dan kondisi ekonomi keluarga berubah 180 derajat.

Kini sang Istri harus berupaya mencari penghasilan untuk menghidupi anak-anaknya. Begitupun anak pertama yang sedianya harus kuliah, sekarang harus bekerja banting tulang untuk menopang kebutuhan hidup keluarga. Cita-cita untuk meraih gelar sarjana tinggal hanya mimpi, karena adik-adik yang masih perlu biaya dan perhatian menjadi tanggung jawabnya.

Ternya meskipun Pak Sabar sudah menyiapkan tabungan untuk mencapai tujuan keuangan -dalam hal ini biaya kuliah anak pertamanya- harus meninggalkan keluarga dalam kondisi yang memprihatinkan. Tujuan keuangan yang sudah dirancang tidak mampu mengcover kondisi yang dialami Pak Sabar dan keluarganya.

Melihat pengalaman Keluarga Pak Sabar, tentu kita harus lebih cerdas mempersiapkan kebutuhan masa depan sehingga mampu mengantisipasi berbagai kondisi yang tidak kita harapkan, agar tujuan-tujuan keuangan keluarga tidak berantakan (tercapai sesuai rencana).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar